JBN NEWS | JAKARTA — Menjelang tahun politik mendatang, ceruk suara nasionalis militer di Indonesia semakin panas. Tiga partai besar Gerindra, Golkar, dan Demokrat saling bersaing untuk menjadi representasi utama pemilih dengan orientasi nasionalis militer.
Gerindra, di bawah Prabowo Subianto, tetap menjadi magnet utama. Eks-jenderal ini memanfaatkan reputasi militernya dan jaringan birokrasi serta kedekatan dengan dunia usaha untuk memperkuat basis dukungan partai.
Golkar tidak tinggal diam. Sebagai partai warisan Orde Baru, Golkar memiliki jaringan kuat di pemerintahan dan birokrasi daerah.
Partai ini berupaya tampil sebagai “nasionalis moderat” yang memadukan disiplin ala militer dengan wajah modern pemerintahan.
Demokrat mencoba meraih ceruk yang sama melalui narasi kepemimpinan militer sipil dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Meski kini dipimpin Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), bayang-bayang SBY sebagai jenderal intelektual menjadi modal kuat Demokrat untuk tampil rasional, modern, dan berwajah sipil.
Fredi Moses Ulemlem, pengamat hukum dan politik, menekankan bahwa persaingan ini bisa mempersempit ruang partai lain dalam merebut suara nasionalis-militer.
"Gerindra punya simbol kekuasaan, Golkar punya mesin politik, Demokrat punya narasi keluarga militer sipil. Ketiganya saling menempel dalam memperebutkan ceruk pemilih yang sama," jelas Fredi Moses, pada Sabtu 6/9).
Pertarungan di ceruk nasionalis militer ini akan menentukan arah politik Indonesia. Apakah arus sipil nasionalis mampu menyaingi ketiga kekuatan ini, atau justru nasionalis militer menjadi arus utama politik nasional, masih menjadi pertanyaan utama menjelang pemilu. (*by)