Praktisi Hukum Desak Kapolri Tinjau Ulang Putusan PTDH Kompol Cosmas

JBN NEWS
Minggu, 07 September 2025 | 16:04 WIB Last Updated 2025-09-07T09:15:02Z

JBN NEWS | JAKARTA — Praktisi hukum Fredi Moses Ulemlem menyoroti keputusan kontroversial Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang menjatuhkan hukuman Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) kepada Kompol Cosmas. 

Fredi mendesak agar putusan itu ditinjau kembali melalui mekanisme Peninjauan Kembali (PK) sebagaimana diatur Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022.

"Proses PK bukan sekadar formalitas. Ini mekanisme khusus yang hanya bisa dijalankan oleh Kapolri, dengan pertimbangan matang. Putusan PTDH Kompol Cosmas terbit terlalu cepat, dan dikhawatirkan mengabaikan prinsip keadilan," tegas Ulemlem kepada wartawan di Jakarta, pada Minggu (7/9).

Ia mengkritisi cara kerja internal Polri yang kerap memperlakukan putusan kode etik sebagai alat administratif semata, tanpa memprioritaskan pemeriksaan bukti dan prosedur secara menyeluruh. 

Menurutnya, hal ini berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.

Prosedur Peninjauan Kembali (PK) Putusan KKEP:

1. Inisiasi oleh Kapolri
Peninjauan kembali hanya dapat diambil atas prakarsa Kapolri, bukan pengajuan pihak yang dianggap melanggar.

2. Tim Peneliti Independen
Kapolri wajib membentuk Tim Peneliti untuk menelaah putusan yang diduga keliru atau terdapat bukti baru. Tim memiliki waktu maksimal 14 hari kerja untuk menyelesaikan penelitian.

3. Komisi KKEP-PK
Setelah menerima rekomendasi Tim Peneliti, Kapolri membentuk Komisi KKEP-PK untuk menilai kembali putusan dengan objektivitas.

4. Dasar Hukum PK
 - Kekeliruan dalam putusan KKEP atau KKEP Banding.
 - Ditemukannya alat bukti baru yang sebelumnya tidak diperiksa.

5. Sifat Putusan
Putusan KKEP dan Banding bersifat final dan mengikat. PK adalah langkah luar biasa yang harus dijalankan hati-hati demi keadilan.

Fredi menekankan, inovasi ini diatur dalam Pasal 83 dan 84 Perpol 7/2022, namun ia khawatir jika tidak dijalankan dengan benar, mekanisme PK hanya menjadi prosedur formal yang mengabaikan hak-hak anggota Polri dan kepentingan publik.

"Publik berhak menuntut transparansi dan akuntabilitas. Putusan kode etik bukan ranah tertutup birokrasi; ini soal kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian," tambah Ulemlem.

Ia menyerukan Kapolri untuk meninjau kembali PTDH Kompol Cosmas secara serius, agar prosedur hukum internal Polri tidak menjadi alat yang mempercepat keputusan tanpa dasar yang kuat. Intinya Kompol Cosmas tidak layak dipecat atau di PTDH Kan, seharusnya hukuman etik Kompol Cosmas sama dengan 6 anggota brimob lainnya.(sa/by)

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Praktisi Hukum Desak Kapolri Tinjau Ulang Putusan PTDH Kompol Cosmas

Trending Now

Iklan