JBN.CO.ID | WAJO — Sorotan publik kembali tertuju pada kinerja aparat penegak hukum di Kabupaten Wajo. Sejumlah kasus yang ditangani Polres Wajo dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Wajo dinilai lamban dan tidak menunjukkan perkembangan berarti. Dari dugaan asusila hingga korupsi, berbagai laporan hukum di daerah itu tampak jalan di tempat tanpa kejelasan hukum yang pasti.
Kasus Oknum Bawaslu HR: Laporan Berbulan-bulan Tanpa Kepastian
Kasus paling menyita perhatian publik adalah dugaan asusila dan pelecehan seksual yang melibatkan salah satu komisioner Bawaslu Wajo berinisial HR terhadap stafnya.
HR dilaporkan telah mencabuli stafnya hingga lima kali. Laporan resmi diserahkan ke Polres Wajo pada 17 Juni 2025, namun hingga kini belum ada kejelasan status hukum maupun penetapan tersangka.
Padahal, kasus ini sejak awal menjadi perhatian publik karena melibatkan pejabat lembaga penyelenggara pemilu. Beberapa kalangan menilai, Polres Wajo seharusnya segera menetapkan sikap tegas demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum.
Kasus Korupsi Baznas: LPJ Fiktif yang Tak Kunjung Jelas
Kasus lain yang tak kalah disorot adalah dugaan korupsi di Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kabupaten Wajo.
Lembaga ini diduga menyalahgunakan anggaran dengan modus membuat laporan pertanggungjawaban (LPJ) fiktif.
Kasus ini telah diselidiki sejak April 2024 setelah laporan masyarakat masuk ke Polres Wajo pada awal tahun yang sama. Namun, hingga Oktober 2025, belum ada kejelasan soal penetapan tersangka.
Polres Wajo beralasan masih menunggu hasil audit dari BPKP untuk memastikan besaran kerugian negara, namun publik menilai proses tersebut terlalu lama. Sejumlah aktivis bahkan menyebut penanganan perkara itu “terkesan digantung”.
Kasus Pungli PKL: Sudah Tersangka, Tapi Tak Ditahan
Ironisnya, di tengah lambannya penanganan kasus korupsi dan asusila, Polres Wajo justru telah menetapkan MR pemilik Toko Azka di Kota Sengkang, sebagai tersangka dugaan pungutan liar (pungli) terhadap sejumlah pedagang kaki lima di Jalan Andi Paggaru.
Namun hingga kini, penahanan belum dilakukan. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan publik: mengapa kasus kecil bisa cepat naik, tapi perkara besar mandek di tengah jalan?
Kejari Wajo dan Kasus BPNT Rp9 Miliar: Tak Sentuh Dinas Terkait
Sementara itu, Kejaksaan Negeri Wajo juga mendapat kritik tajam dari masyarakat.
Lembaga ini telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) Kabupaten Wajo tahun 2018–2021, masing-masing berinisial S (Pendamping), MR (Koordinator Daerah), dan AN (Direktur CV Jembatan Cela).
Kasus ini diduga merugikan keuangan negara hingga Rp9 miliar, namun hingga kini belum ada satu pun pejabat dari dinas sosial atau PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) yang ditetapkan sebagai tersangka.
Padahal, dokumen proyek dan mekanisme pengadaan jelas melibatkan pejabat struktural dinas.
Kasus Bibit Murbei dan Kredit Fiktif: Janji yang Tak Terwujud
Pada refleksi akhir tahun 2024 lalu, Kajari Wajo Andi Usama sempat berjanji bahwa kasus BPNT, bibit murbei, dan kredit fiktif BPD Sulsel Sengkang akan menjadi prioritas penyelesaian tahun 2025.
Namun, hingga kini tak ada tanda-tanda penuntasan.
Proyek pengadaan bibit murbei tahun 2022 dengan nilai Rp1,1 miliar dinilai sarat penyimpangan, mulai dari dugaan manipulasi jumlah hingga distribusi bibit yang tidak sesuai realisasi. Meski audit sudah selesai sejak awal 2025, penyidikan masih belum memperlihatkan kemajuan berarti.
Begitu pula dengan kasus kredit fiktif bank plat merah BPD Sulsel Sengkang yang juga belum ada kejelasan hingga saat ini.
Aktivis Soroti Pola Berulang: Laporan, Audit, Lalu Diam
Penelusuran sejumlah media menunjukkan bahwa bukan kali ini saja Polres dan Kejari Wajo disorot lamban dalam menangani perkara.
Sebelumnya, pada 2023, proyek rehabilitasi jalan Tobulelle di Kecamatan Penrang juga dilaporkan ke Polres Wajo karena dugaan korupsi senilai sekitar Rp10 miliar. Namun laporan itu dianggap jalan di tempat hingga pelapor akhirnya membawa kasus tersebut ke Mabes Polri.
Direktur PUKAT Sulsel: Hukum di Wajo Seolah Kehilangan Taring
Menanggapi kondisi ini, Direktur PUKAT Sulsel, Farid Mamma, SH., MH., menilai ada krisis kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum di Wajo akibat lambannya proses penanganan kasus.
“Kasus-kasus besar seperti korupsi BPNT, Baznas, maupun dugaan asusila di Bawaslu seolah dibiarkan berlarut-larut tanpa kejelasan hukum. Ini menunjukkan lemahnya komitmen dan integritas aparat dalam menegakkan supremasi hukum di daerah,” tegas Farid.
Ia juga mengingatkan bahwa masyarakat kini semakin cerdas memantau jalannya proses hukum, dan tidak akan tinggal diam bila melihat adanya indikasi tebang pilih atau intervensi kekuasaan.
“Kalau penegakan hukum dijalankan setengah hati, maka kepercayaan publik akan runtuh. Hukum itu bukan milik pejabat, tapi hak rakyat,” pungkasnya.
Publik Menunggu Bukti Nyata Penegakan Hukum
Rangkaian kasus yang mandek ini memperlihatkan bahwa penegakan hukum di Kabupaten Wajo tengah menghadapi ujian serius. Publik menuntut transparansi dan keberanian aparat untuk menuntaskan kasus tanpa pandang bulu.
Jika Polres dan Kejari Wajo tak segera menunjukkan langkah konkret, kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum akan semakin terkikis dan Wajo berpotensi dikenal bukan karena penegakan hukumnya, melainkan karena lambannya keadilan yang ditegakkan.
Laporan| AZ