Menyelami Filosofi Sumitronomic Ala Krisna

JBN NEWS
Jumat, 12 September 2025 | 09:11 WIB Last Updated 2025-09-12T02:11:58Z

JBN NEWS | BANDUNG — Udara Bandung pagi ini masih sejuk ketika Krisna, seorang pegawai salah satu bank BUMN, melangkah menuju kantornya. Jalanan kota kembang sudah ramai  pedagang bubur ayam di pinggir jalan, tukang becak menunggu penumpang, hingga mahasiswa bergegas menuju kampus. Di setiap sudut, denyut ekonomi rakyat kecil terasa hidup.

“Setiap hari saya lihat, ekonomi itu nyata ada di sini di warung, di pasar, di jalan,” ujar Krisna saat ditemui jumat 12/10 sambil menikmati secangkir kopi di sebuah warung sederhana. “Bukan di menara kaca pencakar langit, tapi di tangan mereka yang gigih bekerja.”

Sebagai pegawai bank, Krisna sering bersinggungan dengan nasabah kecil,petani yang menitipkan hasil panen, pedagang pasar yang mencari tambahan modal, hingga nelayan yang menabung demi pendidikan anaknya. Dari mereka, Krisna belajar bahwa ekonomi bukan sekadar angka, melainkan harapan dan ketahanan hidup.

“Kadang orang mengira kredit mikro itu hal kecil. Padahal di sanalah semangat bangsa bertumpu,” kata Krisna.

Dari pengalaman itu, Krisna memahami filosofi yang kini semakin ramai dibicarakan: Sumitronomic. Baginya, Sumitronomic bukan sekadar teori ekonomi, melainkan pandangan hidup bangsa,bahwa kemakmuran sejati lahir ketika rakyat kecil dijadikan pusat perhatian.

Pandangan Krisna menemukan gaungnya di kebijakan pemerintah. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan dalam rapat dengan Komisi XI DPR:

“Langkah fiskal ke depan harus lebih dekat dengan rakyat kecil. Bukan karena retorika, tapi karena fakta: mereka inilah penggerak utama ekonomi kita.”

Sementara Presiden Prabowo Subianto dalam pidato awal pemerintahannya menekankan kemandirian bangsa:

“Kedaulatan ekonomi berarti rakyat kita berdiri di atas kakinya sendiri. Kita tidak boleh selamanya bergantung pada asing. Petani, nelayan, UMKM harus jadi pilar kekuatan nasional.”

Jauh sebelumnya, Presiden pertama RI Soekarno sudah mengingatkan:

“Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya.”

Bagi Krisna, kalimat itu menegaskan bahwa membangun bangsa bukan hanya soal infrastruktur fisik, tetapi juga menumbuhkan jiwa dan kesadaran ekonomi rakyat.

Menatap gedung kantornya, Krisna merasa pekerjaan sehari-hari kini punya makna lebih dalam. Angka-angka di layar komputernya bukan sekadar statistik, melainkan simbol perjuangan rakyat.

“Sumitronomic itu bukan teori kaku. Ini tentang bagaimana rakyat kecil jadi pondasi bangsa,” ucap Krisna. “Dan setiap orang, termasuk saya di bank ini, punya peran untuk menjaganya.”

Sambil melangkah masuk ke ruang kerja, Krisna menutup obrolan dengan senyum cantiknya ala mojang priangan.
“Selamat pagi, Bandung. Selamat pagi, Indonesia.”

Hari ini, ia masuk kantor dengan semangat baru serta membawa keyakinan bahwa masa depan Indonesia dibangun dari pundak rakyat kecil, sesuai filosofi Sumitronomic.(sa/by)

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Menyelami Filosofi Sumitronomic Ala Krisna

Trending Now

Iklan