JBN NEWS | JAKARTA — Dari warung kopi hingga ruang-ruang elite Senayan, satu pertanyaan menggantung: kenapa RUU Perampasan Aset selalu ditunda?
Di warung kopi, Pak Slamet, Kobar, dan Jeri masih bercanda getir.
"Koruptor itu ibarat maling ayam. Bedanya, maling ayam ditangkap, hartanya disita. Koruptor ditangkap, hartanya malah aman," celetuk Kobar.
"Betul. Bedanya maling ayam miskin, maling negara kaya raya," jawab Jeri.
Di tengah obrolan itu, Fredi Moses Ulemlem menimpali keras, "Sejak era SBY, RUU ini digodok. Jokowi dorong lagi, Prabowo teriak soal bersihkan diri. Tapi DPR selalu tarik rem tangan. Kenapa? Karena kalau ini disahkan, banyak yang kepanasan!"
Prabowo Sudah Melempar Ancaman dengan Pidato Presiden Prabowo Subianto yang berdentum: "Bersihkan dirimu, sebelum kau akan dibersihkan, dan kau akan dibersihkan pasti‼️"
Bagi publik, ini bukan sekadar kalimat, tapi ultimatum. Pesannya jelas: siapa yang main-main dengan korupsi, siap-siap disapu.
Masalahnya, DPR justru masih berputar-putar dengan alasan teknis. Siapa yang Untung Jika RUU Mandek?
1. Oligarki Politik dan Ekonomi
RUU ini memungkinkan negara menyita harta koruptor meski tanpa vonis. Artinya, perusahaan-perusahaan besar yang dekat dengan penguasa jika terbukti menikmati uang hasil korupsi bisa terancam. Menunda berarti melindungi jaringan bisnis gelap.
2. Politisi Berduit yang Sedang Menyiapkan 2029
Banyak legislator yang diam-diam membangun “tabungan politik” lewat cara kotor. Aset-aset mereka bisa aman selama RUU belum sah. Menunda pembahasan sama dengan memberi waktu untuk “cuci uang”.
3. Koruptor yang Sudah Divonis tapi Hartanya Belum Tersentuh
Saat ini banyak koruptor dipenjara, tapi asetnya tidak ikut disita. Hanya sebagian kecil yang bisa dirampas. RUU ini seharusnya jadi kunci, tapi kalau ditunda, para koruptor bisa tidur nyenyak.
Mari kita analisa Statement Legislator Antara Dalih dan Kepanikan
Sturman Panjaitan (Baleg DPR): “Kita hati-hati…”
👉 Bahasa politisi untuk menunda. “Hati-hati” bisa dibaca sebagai “jangan sampai kena imbas sendiri.”
Edhie Baskoro Yudhoyono: “Kami siap jika diperlukan cepat.”
👉 Kalimat bersayap. Siap tapi tergantung situasi, artinya tidak akan maju tanpa tekanan politik.
Muhammad Kholid: “RUU ini solusi rasional, adil, efektif.”
👉 Suara progresif, tapi minoritas. Pertanyaannya: beranikah melawan arus partai besar yang punya kepentingan?
Sufmi Dasco: “Tunggu KUHAP selesai.”
👉 Alasan paling klasik. Menunggu revisi KUHAP bisa berarti RUU ini dipingpong bertahun-tahun lagi.
Di warung kopi, rakyat kecil sudah bisa membaca arah angin, DPR sedang bermain aman.
"Kalau koruptor kaya makin aman, rakyat miskin makin terjepit. DPR pikir kita nggak paham? Semua orang tahu ini bukan soal hukum, tapi soal nyali,” kata Fredi menutup obrolan. (by)