IDE Jakarta: Harusnya Negara Demokrasi Beri Kebebasan Berpendapat

JBN.co.id
Senin, 08 Juni 2020 | 10:04 WIB Last Updated 2020-06-08T03:04:10Z
  IDE Jakarta: Harusnya Negara Demokrasi Beri Kebebasan Berpendapat

JBN NEWS ■ Sebagai negara demokrasi, Indonesia memberikan kebebasan bagi warga negaranya untuk menyatakan pendapat. Hal ini dijamin oleh konstitusi yang tertuang pada Pasal 28 UUD 1945 yang berbunyi: “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”.

“Meskipun demikian, kebebasan yang dimaksud ternyata bukan berarti kebebasan tanpa batas. Karena batasan tersebut tertuang dalam UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 3 ayat 2 yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun media elektronik dengan memperhatikan nilai nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.” tegas Syahrani, Ketua IDE Jakarta.

Dalam sesi Zoom meeting hari ini bersama IDE Jakarta, Syahrani mengatakan bahwa implementasi atas kebebasan berpendapat tersebut ternyata tidak seindah yang dicita-citakan.

Pada kenyataannya masih banyak pembatasan-pembatasan dalam kebebasan berpendapat dengan segala bentuknya. Kasus-kasus rekayasa dalam bentuk kriminalisasi dan pemidanaan yang dipaksakan masih marak terjadi.

Ada banyak catatan kriminalisasi yang dicatatkan oleh Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan). Misalnya, kasus-kasus yang berkaitan dengan konflik agraria seperti Markus Amtiran (Kupang), Kuncoro (Kediri), Adlun Fikri (Ternate), dan beberapa wartawan yang tersandung kasus hukum dan bahkan pengacara saling lapor dll.

“Dengan diterbitkannya UU No. 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU No. 11 tahun 2008 seolah menjadi alat kriminalisasi yang baru. Kebebasan berpendapat semakin dibatasi dengan munculnya pasal kontroversi yang dianggap sebagai pasal “karet”. Jerat pidana pada pasal tersebut ditafsirkan sesuai dengan kepentingan-kepentingan tertentu. Belum sampai disana, belakangan justru terjadi pembatasan dalam dunia akademik. Diskusi-diskusi yang bertajuk “Pemakzulan Presiden” dan sejenisnya mendapatkan larangan hingga ancaman. Pada akhirnya, hukum seolah membatasi nalar kritis yang lahir dari akal sehat selama tidak senada dengan kepentingan kekuasaan.” Ucap Bung Roni, Ketua IDE Jakarta.

“Oleh karenanya dengan kondisi demokrasi yang hanya indah di permukaan IDE Jakarta mengambil peran untuk mendiskusikan hal yang kami anggap urgent untuk dibahas.

Kemerdekaan berserikat dan kemerdekaan akal sehat direnggut yang acapkali dijadikan jerat pidana yang dipaksakan (kriminalisasi). Harapan kami kegiatan ini dapat mengupas tuntas atas persoalan hukum yang terjadi di Indonesia. Khususnya berkaitan dengan kebebasan berpendapat hingga kasus-kasus kriminalisasi yang terjadi di Indonesia.”, Syahrani, Ketua IDE Jakarta. (Ichsan/Rls)


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • IDE Jakarta: Harusnya Negara Demokrasi Beri Kebebasan Berpendapat

Trending Now

Iklan